Korupsi Menjerat Masa Depan Rakyat
Pengertian Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
• Perbuatan melawan hukum.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
• Perbuatan melawan hukum.
• Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana.
• Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
• Merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya.
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya.
• Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan).
• Penggelapan dalam jabatan.
• Pemerasan dalam jabatan.
• Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
• Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Peringkat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia (IPK) 20l0 menunjukkan bahwa negara ini masih lekat dengan citra korup. Komitmen pemerintah dan kinerja pemberantasan korupsi harus ditingkatkan.
Demikian kesimpulan acara peluncuran IPK 2010 yang diselenggarakan Transparency international Indonesia (TII) di Jakarta, Selasa (27l10). Manajer Bidang Tata Kelola Ekonomi TII Frenky Simanjuntak mengatakan, skor IPK Indonesia Pada 2010 sama seperti tahun 2009, yaitu stagnan di angka 2,8.
Demikian kesimpulan acara peluncuran IPK 2010 yang diselenggarakan Transparency international Indonesia (TII) di Jakarta, Selasa (27l10). Manajer Bidang Tata Kelola Ekonomi TII Frenky Simanjuntak mengatakan, skor IPK Indonesia Pada 2010 sama seperti tahun 2009, yaitu stagnan di angka 2,8.
Allah swt sebenarnya telah menganugerahkan negeri kita dengan kekayaan yang begitu melimpah,baik didarat,dilaut,maupun diudara.kita di beri amanah olehnya untuk dikelola dan dimamfaatkannya dengan baik,namun sangat disayangkan sebagian dari pemimpin kita mempunyai mental yang buruk, mereka serakah, mereka makan, mereka timbun sesuatu hak yang bukan milik mereka , banyak sekali kritikan terhadapap koruptor baik dari media maupun dari masyarakat baik itu berupa celaan , kritikan, kutukan, ataupun demonstrasi. Tetapi bias dilihat pada kenyataannya semua celaan, kritikan dan lain-lainnya yang dilakukan sama sekali tidak menggugah atau merubah hati si koruptor itu sendiri, mereka tidak peduli akan dampak nya kepada masyarakat tingkah bawah ( masyarakat yang kurang mampu ). pada umumnya Semakin tinggi seorang menjabat semakin besar peluang untuk memperkaya diri, dan semakin tinggi memimpin semakin besar peluang mereka untuk berkuasa dan berbuat dzalim kepada yang lainnya .mereka lupa dengan ikrar atau janji mereka sebelum menjabat, mereka tidak pernah peduli bagi kaum miskin yang kelaparan, sakit,pengangguran, di negeri ini begitu banyak sekali korupsi, suap dan menyuap orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin.
Sangat disayangkan korupsi telah menjadi budaya bagi negeri kita dari dahulu hingga sekarang seakan-akan korupsi menjadi warisan dari nenek moyang kita. dari penjabat tingkat kecil hingga tingkat tinggi. mungkin anda bisa bayangkan masa depan Indonesia dengan korupsi dari generasi hingga ke generasi berikutnya mau jadi apa negeri kita jika semua pejabat senantiasa korupsi? Banyak program jangka pendek maupun jangka panjang yang terabaikan , baik itu dari proyek pembangunan dan transportasi seperti pembangunan jembatan laying di Jakarta untuk meredam padatnya kemacetan di jakarta hingga saat ini pembangunan tersebut belum terselesaikan namun begitu banyak biaya yang telah dikeluarkan karena biaya tgersebut tidak jelas untuk dikeluarkan. lalu dana pendidikan bukan digunakan bagi siswa/siswi yang tak mampu namun digunakan untuk kepentingan mobil baru bagi mereka.
Banyak dinegeri kita orang pintar yang suka memintarkan orang. Namun mereka tidak jujur, tidak amanah padahal kelak nanti pertanggung jawaban akan dimintai baik didunia maupun diakhirat nanti. andaikata mereka merasakan dan melihat dan membuka lebar mata hati mereka, masih banyak dinegeri ini yang harus dibenahi,masih banyak dinegeri ini yang harus diperbaruhi,sesungguhnya apa yang salah pada negeri kita sampai-sampai korupsi telah menjadi budaya bagi negeri ini?
Korupsi telah menjadi “the way of life” bangsa Indonesia, merasuk hingga ke segala aspek kehidupan bangsa tidak hanya dalam birokrasi tetapi sampai pada perilaku kehidupan sehari-hari. Jika berbicara mengenai pemberantasan korupsi di Indonesia, rasanya bagaikan menggapai awan, karena setiap usaha yang telah dilakukan berakhir percuma atau paling hanya bertahan seumur jagung.
Berdasarkan laporan Kejaksaan Agung, dalam 1.198 kasus korupsi yang diperiksa dalam kurun waktu Januari 2002 sampai April 2004 kerugian negara yang timbul akibat korupsi begitu besar yaitu sekitar Rp. 22 trilyun (US $ 2.35 milyar). Bahkan Transparency International yang berkedudukan di Berlin menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di dunia dalam beberapa tahun terakhir ini. Dari 584 kasus korupsi di Indonesia yang di perkarakan pada tahun 2003 hanya Rp. 1,2 milyar yang dapat dikembalikan kepada negara. Saat ini saja, disinyalir APBN Indonesia bocor sebesar 30% setiap tahunnya. Itu semua membuktikan betapa parahnya tingkat korupsi di Indonesia.
Berdasarkan laporan Kejaksaan Agung, dalam 1.198 kasus korupsi yang diperiksa dalam kurun waktu Januari 2002 sampai April 2004 kerugian negara yang timbul akibat korupsi begitu besar yaitu sekitar Rp. 22 trilyun (US $ 2.35 milyar). Bahkan Transparency International yang berkedudukan di Berlin menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup di dunia dalam beberapa tahun terakhir ini. Dari 584 kasus korupsi di Indonesia yang di perkarakan pada tahun 2003 hanya Rp. 1,2 milyar yang dapat dikembalikan kepada negara. Saat ini saja, disinyalir APBN Indonesia bocor sebesar 30% setiap tahunnya. Itu semua membuktikan betapa parahnya tingkat korupsi di Indonesia.
Memang pada dasarnya, masa depan suatu bangsa berada di tangan rakyatnya. Tapi tidak bias sepenuh nya seperti itu, pada kenyataanya tetap saja yang dominan bertanggung jawab pada masa depan bangsa tersebut adalah orang-orang yang mempunyai kedudukan, kekuasaan, dan wewenang.
Mungkin, bagi mereka yang melakukannya, korupsi itu menyenangkan. Tapi, mereka juga harus tahu, bahwa di balik kesenangan mereka korupsi itu tidak menyenangkan, bahkan menyengsarakan. Dan pada dasarnya korupsi memang tidak menyenangkan. Kehidupan orang-orang yang melakukan tindak korupsi tidak tenang. Memang, mereka terlihat bahagia dengan hasil korupsi mereka. Padahal, di balik kebahagiaan itu tersimpan rasa waswas. Mereka tidak tenang karena takut perbuatan mereka terbongkar dan diketahui oleh publik. Karena mereka telah mengambil apa yang sebenarnya bukan hak mereka.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi
• Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
• Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah.
• Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
• Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
• Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
• Lemahnya ketertiban hukum.
• Lemahnya profesi hukum.
• Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
• Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
• Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
• Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".
Dampak Negatif Yang Ditimbulkan
DEMOKRASI
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
EKONOMI
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri.
(Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
DEMOKRASI
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
EKONOMI
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri.
(Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
Masa Depan Negara Jika Tanpa Korupsi
Bayangkan jika duit-duit yang hilang diambil itu digunakan untuk menjalankan proyek-proyek pembangunan demi tercapainya tujuan yang baik dan untuk rakyat. Pasti Masyarakat akan menjadi sejahtera. Dan bayangkan bila negeri ini tanpa korupsi dan dinegeri ini dipenuhi oleh orang oring yang jujur, tanggung jawab dan amanah,sungguh negeri kita akan menjadi negeri yang makmur dan sejahtera apabila negeri kita makmur mungkin kriminalitas pada negeri ini akan berkurang. Banyak orang yang bebuat kriminalitas akibat biaya beban hidup karena mereka tidak makmur. Untuk agar mencegah korupsi menjadi budidaya pada Negara ini adalah dengan kita mempunyai penerus yang jujur dan amanah,dan bertanggung jawab.
Sumber :
- http://masnoto.blogspot.com/2006/04/dampak-korupsi-terhadap-kemisikinan.html
- Sebagian besar dari isi artikel ini diambil dari halaman wikipedia berbahasa Inggris yang setara. Referensi berikut ini disebutkan oleh artikel berbahasa Inggris tersebut:
- Axel Dreher, Christos Kotsogiannis, Steve McCorriston (2004), Corruption Around the World: Evidence from a Structural Model